Revolusi Akhlak Rasulullah versus Revolusi Mental Jokowi


Bila Jokowi meluncurkan revolusi mental, Rasulullah SAW meluncurkan revolusi akhlak. Revolusi mental Jokowi –yang tidak jelas sumbernya dari mana- membuat bangsa ini tidak jelas arahnya. Harga-harga makin tinggi, langganan listrik makin mahal, lalu lintas kota-kota besar tetap macet dan seterusnya.

Revolusi mental yang dicanangkan Jokowi juga tidak jelas sumber dan arahnya. Apakah sumbernya dari ajaran Kristen, Katolik, Hindu, Marxisme, Islam atau lainnya. Arahnya juga tidak jelas mau menjadikan manusia apa dengan revolusi mental itu. Apakah ingin menjadikan manusia seperti Lenin, Jenderal Sudirman, Madonna atau lainnya.

Karena tidak jelas sumber dan arahnya, revolusi mental yang dicanangkan Jokowi hanya menjadi hiasan bibir belaka. Revolusi yang indah di telinga atau di mata, tapi tidak jelas prakteknya dalam kehidupan nyata. Laksana binatang anjing yang seolah-olah banyak manfaatnya, tapi bila dipelihara dalam rumah ternyata banyak mudharatnya.

Selain menakut-nakuti orang lain, anjing juga memboroskan pengeluaran rumah tangga seseorang. Bayangkan kalau biaya untuk memelihara anjing itu untuk menolong orang miskin. Maka banyak orang miskin yang tertolong di sekitar rumah atau wilayahnya.

Apakah Rasulullah mencanangkan revolusi mental? Tidak. Lebih tepatnya Rasulullah menerapkan revolusi akhlak pada umatnya. Revolusi akhlak yang dicanangkan Rasulullah jelas dampaknya. Revolusi yang dicanangkan Rasulullah sejak lebih 1400 tahun yang lalu, telah membuat pribadi-pribadi Muslim ‘bercahaya’ hingga kini.

Akhlak memang lahir dari mental. Perbedaannya kata akhlak jelas sumbernya dari Islam. Sedangkan mental sumbernya tidak jelas seperti yang telah diterangkan di atas.

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Dalam hadits ini jelas bahwa akhlak Islam yang dicanangkan Rasulullah SAW adalah setinggi-tinggi akhlak manusia. Dan kaum Muslim dalam seluruh hidupnya memang berusaha terus mendekat sebagaimana akhlak Rasulullah. Karena memang Rasulullah SAW adalah manusia sempurna yang bisa dijadikan teladan bagi seluruh umat manusia.

Tapi akhlak Rasulullah SAW yang mulia ini telah ditutup-tutupi oleh orientalis atau ilmuwan non Islam yang benci kepada Rasulullah. Mereka khawatir bila banyak yang menjadi pengikut Rasulullah Muhammad SAW maka pengaruh keilmuan dan ketinggian derajatnya digantikan oleh para pengikut Rasulullah.

Dalam hati mereka ada hasad, dengki dan sombong. Maka dihembuskanlah isu-isu: Rasulullah maniak seks (suka gonta ganti perempuan), Rasulullah gila, Rasulullah suka berperang, Al Quran yang diturunkan kepada Rasulullah membingungkan dan kacau bahasanya dan lain-lain. Isu-isu yang dihembuskan para orientalis itu begitu gencarnya sehingga banyak yang terpengaruh ikut-ikutan membenci Rasulullah.

Di sinilah kemudian pahlawan-pahlawan Islam yang membela Rasulullah. Baik pahlawan yang terlibat perang fisik maupun non fisik. Pahlawan yang berada di garda depan membela Rasulullah dari serangan non fisik intelektual-intelektual non Islam itu diantaranya adalah Prof Naquib al Attas dan Prof Mustafa Azami.

Mereka berdua menorehkan karya-karya yang monumental untuk membela ajaran-ajaran Islam yang dibawa Rasulullah. Pengaburan, penggelapan, dan pembengkokan fakta-fakta Al Quran/As Sunnah mereka bantah habis-habisan dengan argumen yang kokoh dan memuaskan akal.

Sedangkan di kalangan para sahabat terkenal Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab, Abu Bakar as Shiddiq, Zaid bin Tsabit dan lain-lain yang dengan sekuat tenaga mengumpulkan Al Quran sehingga menjadi ‘mushaf’ tertulis seperti sekarang yang kita pegang atau kita baca.

Sedangkan pahlawan dalam perang non fisik melawan orang-orang kafir yang tidak ingin Islam bercahaya adalah para sahabat terutama khulafaur rasyidin, Muhammad al Fatih, Salahuddin al Ayyubi, Sultan Abdul Hamid dan lain-lain. Di Indonesia nama-nama yang terkenal dalam perang fisik ini antara lain: Teuku Umar, Tjut Nyak Din, Diponegoro, Jenderal Sudirman, Pattimura, Sultan Ageng Tirtayasa, Fatahillah (yang membebaskan Jakarta) dan lain-lain.

Pertanyaannya bisakah kita meneladaninya? Hussein Umar, mantan Ketua Umum Dewan Dakwah dalam beberapa kali ceramahnya mengingatkan hadirin dengan ayat ini: “Diantara orang-orang mukmin itu ada orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Maka maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya) (Al Ahzaab: 23).

Penulis: Nuim Hidayat/sharia DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment