Professor di bidang neurosains ini Menduga Ahok Mengidap Sakit ‘Disorder Personality’


Sikap dan gaya kepemimpinan Ahok ternyata tidak hanya dikenal oleh kalangan politisi saja, namun hampir semua orang di Indonesia ini tahu gaya kepemimpinan Ahok ini.

Dalam menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya, tak jarang Ahok berbicara dengan nada yang tinggi dan tiada filtrasi untuk menyaring setiap untaian kata yang keluar dari mulutnya.

Satu sisi Ahok dinilai sebagai sosok yang berani dan tegas, sisi lainnya menilai bahwa ia adalah sosok pemimpin yang angkuh dan arogan. Dua penilaian masyarakat yang berbeda atas makna di balik sosok seorang Ahok tentu suau hal yang lumrah dan wajar. Terlebih bahwa kewajaran tersebut hadir dari dua kelompok yang menyandarkan penilaiannya atas dasar suka atau tidak suka (like or dislike).



Bagi pendukung Ahok, sikap tersebut merupakan suatu bentuk keberanian dan ketegasan seorang pemimpin, namun bagi kelompok di seberangnya, Ahok tak lebih hanya sebagai sosok pemimpin yang kasar. Jika kedua penilaian di atas didasarkan atas suka atau tidak suka (like or dislike), maka ukuran dalam menentukan kebenaran makna atas retorika seorang Ahok bersifat subjektif, ukurannya tidak jelas.Pertanyaannya adalah, apakah ada penilaian lain yang bersandar pada aspek objektivitas ilmu pengetahuan?

Adalah Taruna Ikrar, Guru Besar Neurobiologi University of California yang mencoba untuk memberikan analisa dan penilaian atas fenomena Ahok dari sudut pandang sains modern khususnya neurosains.Ia menyatakan bahwa Ahok merupakan salah satu model pemimpin yang perlu dievaluasi otaknya.

Sebagai seorang ahli otak dan sistem saraf yang ada di dalam diri manusia, Taruna, yang sedang diusulkan menjadi calon penerima Nobel di bidang Kedokteran oleh Universitas California, mencoba untuk menganalisa dan mengevaluasi sikap dan perilaku Ahok yang selama ini dinilai ada kelainan di dalam dirinya.

Setidaknya ada 3 (tiga) cara khusus (special method) untuk mengevaluasi otak Ahok, yaitu: performance emotions, unstable less empathy, dan wild decision making.

Pertama, performance emotions adalah emosi yang tidak stabil yang menunjukkan adanya ketidakstabilan kimia otak di dalam tubuh. Jika hal ini dialami oleh seseorang, maka dampak yang ditimbulkan akan sangat berbahaya, terlebih seseorang tersebut memiliki kekuatan dan kekuasaan.

Kedua, unstable less empathy adalah kurangnya rasa empati terhadap persoalan sosial kemasyarakatan. Biasanya ini terjadi jika seseorang memiliki hambatan rasa di areasublimbic otak. Gejala ini merupakan suatu keadaan bahwa terdapat yang salah dalam sistem interaksi antara aspeklogical-kognitif dan emosi.

Biasanya hal ini disebabkan oleh trauma seseorang terhadap masa lalu. Ketiga, wild decision making yaitu seseorang yang ketika mengambil suatu putusan tidak menyertakan pertimbangan-pertimbangan yang matang, atau tidak menyertakan potensi fungsi luhurnya.

Jika seseorang terindikasi memiliki beberapa hal seperti yang disebutkan di atas, maka seseorang tersebut disebut sebagai disorder personality. Taruna menilai bahwa Ahok sedang mengalami kelainan seperti itu. Secara tegas Taruna menyatakan: “Ahok perlu dirujuk ke pakar Neurosains. Saya bersedia memberikan advokasi dan pendampingan.” (sumber) DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Muslimina

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment