Serukan Singkirkan Wahabi, Menlu Iran Dianggap Tidak Tahu Diri


Kolom Menlu Iran Mohammad Javad Zarif  di New York Times baru-baru ini mengundang kritik pedas dari para pengamat Timur Tengah. Zarif menuduh Arab Saudi mendukung pelbagai kelompok militan di Timur Tengah, namun lupa bahwa negeri ini juga memiliki keterkaitan dengan Al Qaeda, berikut sepak terjang milisi proxy Iran, seperti Hizbullah dan Houthi di kawasan itu.

Dalam artikelnya yang berjudul “Mari Kita Singkirkan Wahabisme”, Mohammed Javad Zarif mengklaim bahawa “kunci utama aksi kekerasan di Timur Tengah adalah karena ideologi ekstrimis yang dipromosikan Arab Saudi.”

“Selama lebih tiga dekade, Riyadh menghabiskan puluhan milyar dollar mengekspor Wahabisme melalui ribuan masjid dan madrasah di seluruh dunia. Dari Asia ke Afrika, dari Eropa ke Amerika, penyesatan ideologi ini telah membawa kerusakan,” tulis Zarif, sembari menambahka bahwa “para kelompok teroris yang menyalahgunakan nama Islam- dari Al Qaeda dan pecahannya di Suriah hingga Boko Haram di Nigeria- diinspirasi oleh keyakinan sesat ini.”

Artikel ini muncul di New York Times seiring mencairnya hubungan AS-Iran pasca perundingan nuklir dan menghangatnya hubungan AS-Saudi  karena isu Wahabisme, kelompok sunni ultra ortodok yang dituduh bertanggung jawab berada di balik kekacauan di Timur Tengah.

Ketegangan hubungan AS dan Saudi semakin meningkat karena Konggres AS baru-baru ini meloloskan UU yang memperbolehkan keluarga korban serangan 11 September untuk menuntut Arab Saudi, meskipun Gedung Putih sendiri berkeberatan atas RUU itu dan mengancam untuk memvetonya.

Meskipun demikian, para analis menyebutkan bahwa Iran juga memiliki hubungan dengan Al Qaeda dan beberapa kelompok Sunni yang bertentangan dengan kepentingan Saudi. Mereka juga mendukung pemberontak dan kelompok militan Syiah, seperti Hizbullah dan Houthi.

Menurut Laporan Komisi 9/11, yang diterbitkan pada Juli 2004, Iran dan Al Qaeda bekerjasama di Sudan pada 1990-an. Laporan itu mengungkapkan bahwa sebelum serangan 9/11, Iran dituduh membantu  Al Qaeda menghindari upaya konter terorisme AS.

Tokoh Al Qaeda di Irak, Abu Musab al Zarqari pernah diberi perlindungan di Iran pada 2001 dan 2001 dan Teheran pada waktu itu menolak permintaan Yordania untuk mengekstradisinya. Hubungan terus berlanjut hingga 2012. Departemen Keuangan AS mengecam Kementerian Intelejen dan Keamanan (MOIS) Iran karena “mendukung kelompok terroris seperti Al Qaeda dan Al Qaeda di Irak…lagi mengungkapkan derajat dukungan Iran atas terorisme.”

Juli lalu,  AS memberikan sanksi kepada 3 anggota senior Al Qaeda -yang ketiganya berada di Iran. Faisal al Khalidi adalah mantan komandan Al Qaeda yang memainkan peran penting dalam memperoleh senjata, sementara Yisra Bayumi menjadi mediator kelompok itu dengan para pemimpin Iran sejak 2015, yang bertugas memfasilitasi transfer dana bagi Al Qaeda. yang terakhir adalah Abu Bakr Ghumayn bertanggung jawab mengendalikan dan membiayai para anggota Al Qaeda di Iran tahun lalu.

“Para militan Wahabi mengalami beberapa kali perubahan di permukaan, namun didalamnya, ideologi mereka masih sama,” kata Zarif dalam kolom opininya. “Apakah itu Taliban, atau pelbagai reinkarnasinya Al Qaeda atau Daulah Islam.”

Hanya saja, Zarif sama sekali mengabaikan peran Iran dalam memelihara kelompok yang sama atau kelompok milisi lainnya.

“Setelah invasi Afganistan, Al Zarqawi dilaporkan pernah tinggal beberapa bulan di Iran untuk membangun kembali jaringannya dibawah perlindungan IRGC, pelayan loyal rejim,” ungkap Claremont Institute, berdasarkan dokumen intelejen Jerman.

“Al Zarqawi beberapa kali bepergian dengan nama-nama samaran, namun beberapa dengan paspor Iran asli, sehingga kemungkinan paspor tersebut disediakan oleh Iran sendiri,” tulis laporan itu.

“Iran memiliki kebijakan untuk mengontrol Irak. Dan bagian dari kebijakan ini adalah dengan mendukung Zarqawi secara taktis dan bukan strategis,” kata pejabat intelejen Yordania. “Pada awalnya mereka memberikan senjata otomatis, seragam dan peralatan militer, ketika dia masih bergabung dengan Anshar al Islam. Kini mereka hanya tutup mata atas aktivitas mereka, dan kepada orang-orang Al Qaeda secara umum. Iran melihat aktivitas mereka di Irak sebagai upaya melawan Amerika.”

Zarif juga mengungkapkan bahwa “Dukungan Riyadh yang konsisten terhadap ekstrimisme semakin menegaskan tidak berdasarnya klaim bahwa mereka menjadi faktor stabilitas”. Hanya saja,  dia gagal mengungkapkan bahawa dukungan Iran kepada pelbagai kelompok Syiah di kawasan Timur Tengah juga menyebabkan instabilitas.

Para pengamat Timur Tengah di sosial media bereaksi negatif atas tulisan Zarif di New York Times tersebut.

Ben Hubbars dalam twitnya mengkritik bahwa tindakan Menlu Iran seolah bahwa Iran tidak mensponsori kelompok-kelompok militan dan menjalankan proyek sektarianisme di Timur Tengah.
Sementara, Steven A. Cook menyindir bahwa Menlu Iran sebenarnya hanya ingin memindahkan Timur Tengah dari Wahabisme ke Khomeinisme (syiah).

DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Muslimina

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment