Kisah perjalanan evakuasi paling berbahaya dari Aleppo Timur


Saat bus mendekati pos pemeriksaan tentara rezim Suriah pada hari Senin, puluhan pengungsi dari Aleppo terdiam, dicengkeram kekhawatiran pada konvoi pertama perjalanan berbahaya mereka ke pengasingan.

Koresponden AFP dan warga kota menjelaskan ketegangan sepanjang 12 kilometer (7 mil) perjalanan dari Aleppo timur yang hancur ke wilayah yang dikuasai rezim, dan menuju ke wilayah yang dikuasai oposisi di Al Rasyidin, barat kota Aleppo.

Setelah bertahun-tahun berjuang dan lima bulan pengepungan, cobaan terakhir mereka adalah melintasi tiga pos pemeriksaan, masing-masing lebih berbahaya daripada yang sebelumnya.

Yang pertama adalah pos tentara rezim Assad, diikuti oleh persimpangan yang dijaga oleh petugas Rusia dan pos ketiga oleh milisi Iran dan Irak.

“Dari semua pos, pos pemeriksaan Iran dan Irak adalah yang paling berbahaya,” kata salah satu penumpang setengah baya, yang telah berada di sebuah konvoi yang berbalik beberapa hari yang lalu di persimpangan terakhir.

“Allah melindungi kami dari milisi Irak sehingga mereka tidak menarik kita turun dari bus dan menyerang kami seperti yang mereka lakukan terakhir kali,” katanya kepada sesama pengungsi.

Ribuan orang – kebanyakan perempuan dan anak-anak – berdesakan di bus dengan barang-barang apa pun yang bisa mereka bawa, banyak yang menangis dan menggigil kedinginan.

Wajah tirus dan pakaian compang-camping tertutup jelaga, setelah banyak menghabiskan malam meringkuk di api unggun untuk tetap hangat saat mereka menunggu bus.

Pengungsi menempelkan pipi mereka ke jendela yang dingin untuk melihat wilayah yang tidak pernah mereka lihat sejak 2012, ketika Aleppo dibagi antara kontrol rezim di barat dan oposisi di timur.

– ‘Saya akan kembali’ –

“Insya Allah, saya akan kembali ke Aleppo,” satu orang tua menangis saat melintasi lingkungan kampung halamannya yang hancur.

Lainnya mengambil gambar dengan ponsel mereka, bergumam “Kami mungkin tidak pernah melihat kota kami lagi dalam sisa hidup kami.”

Ketika mereka berhenti di pos pemeriksaan pertama yang diawaki oleh sepasang tentara rezim Suriah, dengung obrolan di bus tiba-tiba berhenti, kata seorang koresponden AFP.

Pengungsi mencoba untuk melihat pejuang dari sudut mata mereka, dan saat dia keluar warga mendesah lega karena tentara Assad melambaikan tangan agar bus berlalu.

Berikutnya datang pos pemeriksaan dengan sekelompok tentara pirang dari sekutu rezim, Rusia, mereka memakai jaket antipeluru dan memegang detektor bom.

Mereka menghentikan bus selama 30 menit yang menegangkan, menarik keluar koper dan tas ransel untuk diperiksa secara menyeluruh.

“Apakah ada yang ingin turun dan pergi ke Hamdaniyah?” penerjemah mereka berseru dalam bahasa Arab kepada penumpang, menawarkan daerah yang dikendalikan rezim di provinsi Aleppo.

Tidak ada yang bersedia, dan bus meluncur seterusnya ke pos pemeriksaan terakhir yang dijaga milisi Iran dan Irak.

Penumpang menunggu dengan napas tertahan, mengintip dari jendela kendaraan terlihat milisi memakai patch dari Harakat al-Nujaba, gerakan Syiah Irak.

Para milisi Syiah mengeluarkan ponsel mereka dan memfoto bus, lalu tertawa, sebelum melambai agar bus berlalu.

– Terjaga Sepanjang Malam –

Beberapa ribu pengungsi lainnya, termasuk Ahmad Raslan, tidak begitu beruntung.

“Kami meninggalkan (Aleppo timur) dengan bus sekitar pukul 3 sore pada hari Minggu dan kami terjebak sampai siang hari. Kami diperlakukan sangat mengerikan-. Mereka bahkan tidak memberi kami secangkir air,” katanya kepada AFP.

Puluhan bus termasuk bus nya ditahan selama kurang lebih 20 jam di pos pemeriksaan ketiga, dan mereka dilarang turun bahkan untuk pergi ke toilet.

“Anak-anak muntah dan bau bus itu mengerikan,” kata Raslan 23 tahun.

Koresponden AFP di konvoi yang sama menjelaskan penumpang menggunakan kantong plastik untuk buang air dan melemparkannya keluar dari jendela.

Penumpang tetap terjaga sepanjang malam, karena milisi Syiah memerintahkan sopir bus untuk menghidupkan lampu di atas kepala di dalam bus.

Para perempuan membaca Al Quran dalam upaya untuk menemukan pelipur lara, sedangkan para laki-laki berusaha untuk menjaga anak-anak tenang dengan membuat permainan siapa anak yang paling lama bisa diam.

Pada Senin pagi, kelelahan dan trauma, para pengungsi akhirnya diizinkan menuju wilayah yang dikuasai oposisi di barat Aleppo.

Ketika mereka sampai di pos pemeriksaan oposisi pertama, penumpang saling berpelukan dan menangis lega.

Anak-anak mulai ceria, menggigit pisang dan menghirup botol air yang didistribusikan oleh pekerja bantuan kemanusiaan.

Orang dewasa masih bersikap waspada, belum percaya bahwa saat ini mereka telah berada di wilayah oposisi, seakan masih merasa bahwa mereka akhirnya bisa keluar dari wilayah yang dikuasai tentara rezim Suriah.

AFP News DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Muslimina

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment